OPEN B.O(KING)

Mungkin keliru cara penulisannya. Tapi gejalanya nyata dan tidak direka-reka. Seorang perempuan menuliskan kata halo pada kolom pesan dan mengirimkannya kepada saya beberapa waktu lalu. Tanggapan saya segera dibalas dengan dikirimkan daftar aturan dan pilihan jasa yang dapat saya nikmati. Diukur dengan durasi waktu atau daya tahan. Dua ratus ribu sekali crot, empat ratus ribu dua kali crot, enam ratus ribu main sepuasnya selama dua jam.

Ada yang menarik dari gejala ini, yaitu bahwa seks jadi lebih murah dan mudah didapatkan. Masyarakat beragama dan beradab diam-diam membolehkan dan terang-terangan menolak. Dan diantara ambiguitas inilah seks yang komersial terus hidup dengan banyak pekerja baru yang terus berdatangan hampir setiap waktu.

Suatu ketika saya dengan seorang teman, Mohamad Albert Tito Setiawan De Laventa (bukan nama sebenarnya) sengaja melewati jalanan di wilayah bekas lokalisasi dimana dulunya di pinggir jalan-jalan yang kini jadi sepi menjelang tengah malam itu berjejer rumah-rumah berisi para pekerja seks komersial dengan kaca tembus pandang yang sering diistilahkan sebagai aquarium.

Seorang lelaki menghampiri kami yang sengaja berhenti dan mulai menawarkan jasa seks yang akan dilayani oleh salah satu dari tiga perempuan yang dipilih oleh saya atau De Laventa. Lelaki paruh baya itu menunjukkan foto dan mulai mendeskripsikan setiap wanita dalam foto. “Yang ini, hitam manis, ndak rewel. Cilik arek’e”. “Sebentar, kami ambil uang dulu” kata saya. Semua mucikari tahu bahwa kalimat yang baru saja saya ucapkan adalah bentuk penolakan. Kedatangan kami lebih didorong rasa ingin tahu ketimbang rasa ingin ngeseks.

“Salah satu tunggu di sini. Salah satu dengan saya ke ATM. Karena biasanya orang itu alasan, pergi ndak balik” kata lelaki paruh baya itu. Kami meyakinkan lelaki paruh baya itu dengan mengatakan kami pasti kembali. Entah kapan, mungkin suatu saat kami akan kembali, entah untuk menikmati jasa seks di sana atau hanya sekedar melewati jalan yang sama dengan kegilaan yang sama. Hingga tulisan ini dibuat aku telah kembali melewati jalan itu beberapa kali tanpa kegilaan yang sama seperti malam itu, malam ketika ban sepeda motor yang kami kendarai bocor dan karenanya harus mendorong motor sambil mencari jasa tambal ban yang masih buka.

 

Rafa’El Loiss

Komentar

Postingan Populer